Minggu, 24 Maret 2013

Bad Boy Bets








                                       
Seperti biasa Dimas, Jaka, Novan, Verdy dan Agus berkumpul di meja kantin saat istirahat. Seperti biasa pula selalu ada hal baru yang dipertaruhkan. Geng beranggotakan cowok-cowok tampan di sekolah ini memang menganggap taruhan sebagai camilan. Kalau tidak taruhan, tidak asyik!
 “Nah kalo gitu gue punya taruhan baru.” Kata Dimas setelah mengantongi uangnya.
“Apa lagi nih Dim?” Sergah Novan bersemangat.
Mereka berlima saling membungkuk dan mendengar penuturan Dimas dengan penuh perhatian.
“Kalian tahu Dara kan?”
“Oh anak IPA-1 itu?” sahut Verdy.
“Oh si Miss Perfect itu ye?” Kali ini Agus dengan bibir mencibir.
“Iye…si jutek dari Bulan itu kan?” Sahut Jaka. Yang lainnya seraya menatapnya heran.
“Kenapa pada liatin gue?”
“Si jutek dari bulan maksudnya?” Tanya Dimas.
“Do’i kan cantik banget euy…masa belaga ga tau sih lo pada.” Jawab Jaka kesal.
Novan, Agus dan Verdy menutup mulut menahan tawa. Hanya Dimas yang stay cool, tetap focus pada misi yang sudah ia pikirkan satu ini.
“Udah…udah…kalian pada mau dengerin gue ga sih?”
“Oke…oke kita dengerin.”
“Jadi taruhannya adalah…” Dimas diam, Agus, Novan, Verdy dan Jaka menunggu.
“Siapa yang bisa jadian ama Dara dalam waktu satu bulan dan bikin dia klepek-klepek di pelukan, bakal di kerjain LKS Matematikanya ampe tuntas dan yang kalah nraktir bakso seminggu dan musti ngerjain LKS yang menang, setuju?” Dimas mengakhiri kalimatnya dan memandang wajah temannya satu persatu.
Jaka tentu saja mengangguk, begitu juga Novan dan Agus. Hanya Verdy yang terlihat mikir-mikir.
“Elo Ver?”
“Tapi LKS Matematika gue udah gue kerjain ampe penuh.” Jawab Verdy kecewa.
Dimas, Novan. Jaka dan Agus menepuk jidat bersamaan. Mereka lupa kalau Verdy adalah jelmaan Socrates. Alias matematika oriented.
“Mmm…khusus lo seni budaya deh.” Dimas membuat pengecualian.
“Maksud lo?” Tanya Agus.
“Iya tugas seni budaya Verdy, kalo Verdy yang menang kita yang kerjain.”
“Sumpah lo?”
“Suer samber geledek!” Dimas mengacungkan kedua jarinya.
Jadi konferensi ditutup dengan menghirup es teh hingga tetes terakhir dan sendawa keras penuh kepuasan. Semua setuju, misi dilaksanakan mulai hari senin besok.

****************
Ini sudah hari ke enam Dimas mengamati Dara. Kebiasaannya saat istirahat, saat pulang sekolah bahkan saat Dara ke toilet. Jadi Dimas sekarang menunggu Dara di depan sekolah. Dengan ekspresi ‘dewa’nya ia bersandar di gerbang sekolah dengan tangan di saku dan kaki menyilang.
Beberapa siswi melemparkan senyum menggoda pada Dimas. Tapi Dimas bahkan tidak membalas. Ia tetap stay cool as always dan dengan wapada menunggu kalau Dara lewat.
Sesosok tubuh anggun dengan tas ransel warna biru muda di punggungnya melangkah tegas ke arah gerbang. Dengan penuh pesona Dimas mencegatnya.
“Hai kamu Dara kan?” Sapa Dimas dengan senyum yang ramah.
“Iya, kamu sapa?”
Apa? Dia ga kenal gue? Cowok paling tampan di sekolah! 
“Kenalin aku Dimas XI IPA-3.” Dimas menyodorkan tangannya.
“Oya ada apa?” Dara tidak menggubris tangan Dimas sama sekali. Baginya bersalaman dengan lelaki bukan hal penting.
“Mmm…gini aku kan ada ulangan fisika hari sabtu…” Dimas melayangkan tangannya ke kepala dan membuat ekspresi malu-malu. “boleh nggak kalo aku minta ajarin kamu?”
“Bisa.”
“Gimana kalo kita belajar di rumah kamu?” Tawar Dimas dengan semangat yang tidak kentara.
“Bisa juga.”
“Kalo gitu kap…”
“Besok sepulang sekolah, jangan telat ato ga jadi.” Tukas Dara lugas dan segera melangkah keluar gerbang.
“Dara…”
“Apa lagi?”
“Boleh aku anter pulang? Sekalian tau rumah kamu, aku kan belum tau rumah kamu.” Kata Dimas penuh harap.
“Aku dijemput sopir, kamu ngikutin aja dari belakang.” Jawab Dara lalu segera berlalu.
Dimas sedikit kecewa, tapi ia meninju udara. Setidaknya ia bisa langsung masuk rumah Dara!

**********
Siang hari sepulang sekoah. Seperti janjinya, Dimas datang ke rumah Dara.
Rumah Dara bertingkat dua namun sederhana. Ada taman kecil yang tertata rapi di halamannya. Dimas disuruh menunggu di ruang tamu yang sejuk dan sofa yang empuk.
“Siapa Ra?” Terdengar suara perempuan dari dalam.
“Temen Dara Bun. Minta ajarin fisika.”
“Temen sekelas? Kok belum pernah lihat Bunda?”
“Bukan beda kelas, eh Dara ganti baju dulu ya Bun.” Dara pun menghilang di kamarnya.
Dara kembali menemui bundanya dengan pakaian santai, kemeja dan celana panjang training.
“Makan dulu Ra, ajak juga deh temennya!.”
Dara berjalan ke ruang tamu dengan anggun.
“Dim, aku mau makan siang dulu. Kamu makan sekalian ayo!” Ajak Dara sambil menyisir rambut dengan tangannya.
Dimas terdiam, mengagumi rambut lurus Dara yang jatuh kembali dengan lembut ke dahinya. Poninya berombak di pelipis kiri dan kanan, membingkai wajah Dara yang cantik
See, she’s gorgeous!!
“Dim…kamu mau ikut makan nggak?” Dara bertanya dengan suara lebih jelas.
“Oh…eh iya kalau nggak ngerepotin.” Dimas tersipu malu ketahuan menatap Dara seperti itu.
“Oh nggak papa kok sama sekali nggak ngerepotin, ayo sini!” Seru Bunda dari dalam.
Dimas akhirnya ikut makan siang di meja makan, bersama Bunda dan Dara. Dimas melihat Dara bercanda dengan bundanya, dan sesekali mereka bertiga tertawa bersama. Ini baru pertama kalinya Dimas ke rumah Dara, tapi ia sudah terkesan sedemikian rupa.
Setelah itu seperti tujuan semula Dara mengajari Dimas fisika. Dimas terkejut, Dara mengajar dengan jelas dan sabar.
“Yang ini aku bingung….” Tunjuk Dimas pada soal nomor tiga.                           
“ Ah yang itu gampang, tapi agak ribet. Kamu hitung dulu ini trus baru dikali dua.” Terang Dara. Dimas pun menghitung seperti yang dianjurkan Dara.
“ Iya Day, jadi gampang bang…”
“Day…?” Dara melotot.
“Iya maksud aku kalo manggilnya Dar kan aneh, jadi…gue panggil Day aja. Ga papa kan?” Dimas menjelaskan dengan malu-malu.
“It’s oke…” Dara kembali menekuri soal berikutnya.
Dimas hanya menatapnya penuh kekaguman. Dara begitu anggun, tegas, pintar dan mempesona secara bersamaan.
Gimana mungkin gue baru kenal dia sekarang…
Dalam keadaan taruhan…
Dimas merintih tanpa sadar.
“Kamu kenapa…udah bosen?” Dara menatap Dimas.
“Iya…dikit, aku pulang dulu deh ya.” Dimas menampilkan ekspresi meminta maaf.
“Ya udah." Dara membereskan buku-buku di meja.
Dimas pamit pada Bunda dan pulang ke rumah dengan hati galau.

******************
Dua minggu kemudian di meja kantin yang sama.
 “Gimana Bro…ada kemajuan?” Tanya Dimas pada teman-temannya.
“Kalo gue sih kemunduran adanya.” Jawab Verdy lesu.
“Gue juga, si Dara bahkan ga noleh waktu gue sapa.”
“Fiuuhhh…mendingan lo pada, lha dia nampar gue di hari ke dua kita ngobrol.” Curhat Jaka sambil mengusap pipi kirinya. Kontan Dimas, Novan, Verdy dan Agus tertawa.
“Kok bisa, lo apain dia?” Tanya Dimas penasaran.
“Jurus gue yang biasa, peluk pinggangnya trus gue bilang ‘hey Dara manisku’” Yang lainnya kembali tertawa.
“Pantesan aja, Dara lo gituin.” Sahut Novan sambil terus tertawa.
“Ada yang mau denger cerita gue?” Seru Dimas. Yang lain terdiam seketika.
“Gue berhasil main ke rumah Dara…” Keempat temannya ber wow serempak. “bahkan gue akrab ama bundanya, gue juga sering makan siang bareng…” Dengan bangganya Dimas menceritakan keakrabannya dengan Dara.
“Gawat bias-bisa lo lagi yang menang.” Ujar Novan setelah Dimas selesai bercerita.
“Wah…bisa botak gue ngerjain LKS Matematika anak IPA-3.” Sahut Agus yang anak IPS.
“Tenang kan ada Verdy, dia yang bakal bantuin kita.” Seru Novan sambil melirik si jago matematika.
“Eit jangan lupa kewajiban menraktir yang menang.” Kata Dimas.
“Aaaahhh…kalo inget yang itu mules gue.”
“Iya gue juga, mana bokek lagi…”
“No komen…” Dimas berlaga seolah menutup resleting mulutnya.
Siangnya sepulang sekolah Dimas kembali main ke rumah Dara. Dimas selalu senang melihat Dara dengan pakaian kasual. Hari ini celana panjang warna abu-abu dengan banyak kantong dan kaos lengan panjang hijau lumut.
“Bunda mana Ra?” Tanya Dimas sambil melongok ke ruang tengah. Tidak ada siapa-siapa disana. Dara anak tunggal, jadi terasa sekali kalo tidak ada bunda.
“Nganter Ayah ke dokter.” Jawab Dara sambil menaruh toples berisi camilan di meja.
“Ayah lo sakit?” Dimas terkejut. “Kenapa kamu ga pernah cerita?”
“Ha kenapa harus cerita sama kamu?” Canda Dara.
“we’re friends aren’t we?” ujar Dimas terluka. “ kamu kan bisa cerita apa aja ke aku.”
“Kita teman lah, tapi kenapa harus berbagi sesuatu yang menyedihkan sama teman, kalo bahkan gue sedikit bisa berbagi kebahagiaan?” Jawab Dara filosofis, dalam, menohok ulu hati Dimas. Dimas ingat taruhannya dengan teman-temannya. Hatinya sakit sekarang.
Ini bahkan bukan pertemanan yang tulus Ra…
“Kamu, kamu baik banget Ra…” Ucap Dimas sambil tersenyum kikuk.
Gue harus terus terang sama Dara!
“Biasa aja. Anyway kamu juga baik kok.” Ujar Dara tulus.
Gue harus terus terang! Betapa jahatnya gue!!
“Ra…aku mau…” Dimas mencoba bicara.
“Hmm…?” Dara menatap Dimas menunggu.
“Aku…mau…terus terang…” Dimas mulai berkeringat.
“Terus terang soal apa?” Tanya Dara dengan suara tegasnya yang biasa.
“Kalo…kalo sebe…nernya…” Dimas merasa tidak sanggup.
Bilang! Bilang Dim, gentleman dong!!
“Kamu mau bilang sebenernya kamu ndeketin aku karena taruhan?” Nada suara Dara biasa, datar tanpa emosi. Dimas terkejut setengah mati. Tidak menyangka Dara sudah tahu, dan bahkan masih mau berteman dengannya.
“Kamu tahu?”
“Kamu nggak berpikir aku idiot kan, ampe nggak tahu siapa kamu dan gerombolan kamu?” Ujar Dara tiba-tiba sinis.
“Tapi awal kita ketemu?” Dimas bingung.
“Saat itu kamu emang ga kenal kamu siapa, tapi pas kamu bilang nama dan kelasmu. Aku tahu aku berhadapan dengan siapa.” Ekspresi Dara mengeras. Suasana tiba-tiba keruh.
“Sorry Ra, aku tahu ini ga bener. Makanya aku mau terus terang.”
“Nggak usah…buat apa. Toh aku juga nggak berhasil klepek-klepek di pelukan kamu” Dara tersenyum sinis.
“Dara…I’m really sorry.” Ucap Dimas tulus.
Stop!! I’m hurt if you hurt Dara.
“I did. Aku udah maafin kamu dari dulu. Aku pikir kalo kamu ga taruhan, kita mungkin ga akan pernah jadi teman.” Ujar Dara tulus. Wajahnya melembut.
“Gimana kalo akhirnya berbeda?” Suara Dimas tiba-tiba meninggi. “gimana kalo akhirnya aku jatuh cinta…sama kamu?” Dimas terkejut mengatakannya. Dara lebih terkejut seribu kali.
“Tapi aku nggak bisa.” Jawab Dara lirih.
“Kenapa, karena kamu pikir ini taruhan?” Tanya Dimas. Hatinya berdarah sekarang.
“Bukan…”
“Lalu kenapa?” Desak Dimas.
“Aku sakit Dimas…” Dara mulai terisak.
“Sakit?” Dimas tidak mengerti.
“Iya…”
“Sakit apa?” Dimas berdiri mendekati Dara.
“Sakit yang tidak bisa….disembuhkan.” Dara menarik napas.
Sakit yang tidak bisa disembuhkan?
“Aku ODHA Dimas…aku ODHA!!.” Air mata mengucur deras di pipi Dara. Dimas seperti tersambar petir, hatinya begitu sakit sampai sulit bernapas.
“Maaf…maafin aku…aku…” Dimas menyentuh dadanya.
“Kenapa, kamu minta maaf karena kamu ga jadi jatuh cinta sama aku kan?” Dara mundur menjauhi Dimas. “kamu pasti sekarang takut deketin aku?”
“Nggak…Ra, bukan…”
Bukan itu Dara dear…
Hatiku terlalu sakit memikirkan aku bakal kehilangan kamu…
“Aku tahu Dimas…aku tahu yang kamu pikirkan.”
“Kamu nggak tahu!!” Jerit Dimas kesal. Lalu tanpa diduga Dimas memeluk tubuh Dara. Dimas meraih wajah Dara dan menciumnya. Dara terkesiap, tidak menyangka Dimas selancang itu. Mau tidak mau Dara blushing.
“Dimas…maaf…” Dara melepaskan diri.
“Bukan, aku yang maaf, aku ga bisa lihat kamu menangis aku…” Dimas menyesal telah begitu lancang dan kurang ajar.
“Jangan…”
“Apa?”
“Jangan dekati aku lagi…jangan pernah datang kesini lagi!.” Ujar Dara tajam.
“Maafkan aku…”
“Cukup!” Dara menghentikan tangisnya. “Silahkan pulang, kamu belum makan kan.”
“Oke aku pulang, forgive me, I love you.” Dimas menyerah dan berjalan keluar menuju sepeda motornya.
“I love you too, Dimas…” Dara berkata lirih.
Jaka, Novan, Verdy dan Agus terkejut Dimas menghentikan taruhan. Ini luar biasa. Selama ini Dimaslah yang paling antusias saat bertaruh, ia bahkan rela mempertaruhkan apapun.
“Lo kenapa Dim?”
“Lo diomelin bokap lo?”
“Uang saku lo dicabut?”
Tidak ada jawaban, Dimas pergi begitu saja. Baginya semuanya sudah selesai, Dara tidak pernah mau menemuinya lagi. Tidak di gerbang sekolah, kantin, bahkan di rumah.
*************
   Ini sudah akhir bulan, hari dimana seharusnya Dimas mengakhiri taruhannya. Dengan penuh semangat Dimas datang ke rumah Dara sepulang sekolah. Ia sudah bertekad, akan tetap mencintai Dara. Ini Dimas pertama kali jatuh cinta, ia tidak rela cintanya berakhir begitu saja.
I’m falling in love with you. Jadi aku akan tetap cinta sama kamu, aku nggak peduli ini awalnya taruhan, atau cinlok, atau bahkan kamu ODHA sekalipun.
Dimas sudah sampai di rumah Dara. Tidak ada yang berubah dari rumah Dara, tetap asri dan nyaman seperti biasa.
Dimas mengetuk pintu. Bunda terlihat berjalan dan membuka pintu.
“Helo Bunda, Dara ada?” Dimas mencoba menahan debur di dadanya.
Kali ini aku akan sopan Ra…
         “Dara nggak ada Dim.” Bunda tersenyum, tapi ada yang aneh. Seperti ada yang janggal di matanya.
“Kemana ya Bun.” Dimas merasa tidak sabar.
Bunda memandang langit, lalu air matanya menetes perlahan.
Sesuatu berdentang di kepala Dimas.  Dara itu ODHA!
Sepertinya Dimas juga tahu jawabannya. Karena air matanya juga menetes perlahan. Tanpa berlama-lama Dimas segera pergi setelah berterimakasih pada Bunda.
Selamat tinggal Dara…
Terimakasih sudah menjalin pertemanan yang indah denganku, meski sangat singkat.
Dimas menyetir perlahan, matanya kabur oleh air mata. Hatinya hancur tanpa sisa. Cinta pertamanya telah membawa separuh hatinya pergi selamanya. Hatinya tidak akan pernah utuh lagi. Tidak pernah.
Dimas juga tahu ia harus bersyukur. Karena Tuhan telah menegurnya dengan begitu manis sekaligus begitu pedih. Seperti Dara pernah bilang, kalau Dimas tidak pernah taruhan, ia tidak akan pernah kenal dengan Dara.
There’s no happy ending love, because true love is never ending.



                 

Sabtu, 10 Maret 2012

What a Lucky Day!


                                       
“ Kakak…taruh nak!” seru bunda dari ruang tengah.” hari ini seharian kamu fb-an terus…emangnya kamu udah ngaji?” omel bunda saat melihat aku langsung duduk di sofa setelah shalat maghrib, fb-an dari hp.
Aku mendengus kesal dan pergi mengambil Al-qura’an dengan muka ditekuk. Sebel banget deh sama bunda, kenapa sih ga bisa ngeliat anak tenang dikit. Lagi asyik baca komentar temen. Ada aja perintah dan ultimatumnya. Apalagi sejak aku punya akun fb, makin parah deh bawelnya. Akupun segera menyelesaikan ngajiku yang cuma dua halaman itu dan segera kembali meraih hp dan meringkuk di sofa. Fb-an.
Kak kamu dari tadi fb-an terus, ga belajar?” yang ini si Lia, adeku yang juga bahaya bawelnya.
Ah kamu ngapain sih pake nanya-nanya aku, emang kamu udah belajar?” balasku sambil mengetik keypad untuk membalas komentar di Twitter. “lagian aku ga fb-an kok.” emang benerkan? Ini Twitter bukan Facebook!
Aku emang belum belajar sih…tapi aku juga ga fb-an terus kaya kamu.” Sungut adeku sambil menjawil pundaku.
Iihh…apaan sih sana…jangan gangguin aku dong.” bentaku kesal. Manjur, adeku langsung menjauh sambil meleletkan lidah. Huh aku sebel …kenapa sih pada sibuk ngurusin aku? Emang pada ga punya kerjaan?
Tiba-tiba aku merasakan sofa tertekan disebelahku. Aku melirik sebentar lalu kembali menatap layar hpku, menghentikan tweetku lalu menoleh ke samping.
“Kak…segitu khusyuknya main fb.” bundaku beginning. Aku diem aja deh kalo begini.
Kalo kamu terus-terusan kaya gitu…fb-an rutin tapi belajar…” jeda, bundaku melihat reaksiku.”bunda pingin tau...sebenernya apa sih yang kamu dapatkan dari facebook-an terus-menerus kaya gitu?” tanya bunda sambil look at right into my eyes. Huh jadi keki nih.
“ Mmmhh...ya..temen banyak, pengetahuan...” jawabku bingung cari yang lebih provokativ.
“ Nak...fb-an memang bisa jadi sumber pengetahuan, cari teman perluas pergaulan tapi, bukan berarti jauhin kamu dari dunia nyata.” nasihat bundaku sehalus mungkin. 
 Maksud bunda?” tanyaku bingung.
Iya, dari pada bersosialisasi di dunia sebenarnya, dengan orang-orang di sekitar kita. Adek, ayah,bunda, kamu lebih asyik bersosialisasi sama dunia maya yang notabene itu asing. Kamu ngomong curhat panjang lebar tentang diri kamu, masalah kamu, keseharian kamu, sama orang yang bahkan namanya saja nggak jelas. Kamu sibuk komen status temen-temen fb kamu, tapi ngobrol sama adek kamu saja males, gimana coba?”
“Belum lagi ibadah-ibadah sunnah yang terlewat cuma gara-gara sibuk fb-an.” bunda diam menunggu jawabanku.
Mmm...tapi bunda, curhat di fb kan justru lebih leluasa...karena kita ga harus kenal dan ngomong face to face.” Kilahku mencoba berargumen.
Iya...jadi kamu lebih setuju curhat sama orang yang ga jelas dia baik atau buruk?” pancing bundaku mendesak argumenku yang asal comot.
He’em...” jawabku. Kulihat bunda geleng-geleng kepala.
Kamu sudah besar, sudah kelas satu SMA bunda harap kamu lebih hati-hati bersikap.” Bunda menghela napas. “ Ikuti kata hatimu, tapi bukan berarti nafsu lho.” Aku mengangguk. Bunda beranjak pergi ke dapur, membantu mbak Sri.
Aku memang mendengarkan bunda dan memasang mimik menurut agar bunda tidak berlama-lama menceramahiku. Sejujurnya aku masih bersikukuh berpikiran bahwa fb-an tuh asyik, gaul dan....apa aja deh. And nobody cant canges it!


@@@@@@@@


“ Crissa...!” teriak Renda memanggilku di kejauhan. Aku menoleh dan langsung menghampirinya.
Apa sih teriak-teriak samperin kek.” Aku memanyunkan bibir.
“ Yeee kaga usah segitu manyunnya kaleee...” ledeknya sambil menjawil daguku. ” Ada kabar menarik...” pekiknya sambil merangkulkan lenganya dibahuku.
Apa?” nadaku tak tertarik.
Alaaahh...belagak ga tertarik, lo inget Raja Mencari Putri ga?” Renda menyebut sebuah username di Facebook.
Iya inget, kenapa?” aku tiba-tiba merasa semangat, inget sih kalo fotonya ganteng.
Namanya aslinya Brett, dan dia anak SMU sebelah...” pekiknya girang.
Oya, kok kamu tau?” sekarang aku sudah positif tertarik. Renda menyeretku ke taman sekolah yang sepi dan bercerita dengan berbusa-busa disana.
Kemarin gue telpon-telponan ma dia, dia bilang dia blasteran Jawa-Amerika. Lo bayangin...pasti ganteng banget kan...trus dia cerita kalo dia anak SMU sebelah dan dia jomblo...” cerita Renda dengan mata berbinar-binar.
Ah yang bener kalo cowok kaya gitu pasti udah punya cewek...ato playboy.” Aku berasumsi.
Mmm moga aja ga, trus dia bilang kalo mo liat muka dia aslinya ntar pulang sekolah, dia pake sepatu Adidas item trus rambutnya dicat coklat.” Renda masih terus berbusa-busa. “ Lo mau kan nemenin gue nungguin tuh cowok nongol...” pintanya.
Iya iya pasti.” Kataku semangat, karena penasaran liat wajah aslinya yang indo itu. Tepat setelah semua rencana ini fix, bel berbunyi dengan nyaring. Seolah mengumumkan bahwa waktunya ngelaba udah habis, it’s time to study!


@@@@@@@@


Di sini, di depan pagar sekolah kami sudah siap menunggu cowok indo itu lewat. Kami berdiri dengan posisi anggun bak model setelah mempertebal bedak dan lipgloss, khusus Renda. Karena kalo aku sih sudah cantik dan putih tanpa bedakan. He...he...he narsis dikit. Kami menoleh sana sini diantara deruan mobil-mobil mewah tongkrongan anak SMU sebelah yang pada tajir-tajir. Berkali-kali Renda mengipasi wajahnya, khawatir bedaknya bakal luntur lagi.
Oya Ren kamu ga nanya mobilnya warna apa?” tanyaku sambil menggoyang-goyang kerahku yg melengket karena panas.
Yah itu dia Criss, gue ga kepikiran.” Renda menepuk jidatnya. Huh mana matahari makin sangar saja meradiasi bumi. Mana lagi tu si bule...
Tiba-tiba sebuah Audy metalik menglakson kami berkali-kali. Aku yang merasa tidak menghalangii jalan menghampiri mobil itu dan memaksa penumpangnya menurunkan kaca jendela. Lalu tiba-tiba kaca jendelanya terbuka. Terlihat wajah indo yang ganteeeng banget, Renda aja hampir melting ngeliatnya. Yang bikin Renda makin histeris rambutnya warna coklat dan sepatunya...yah ga kelihatan. Dia tersenyum meminta maaf, dan mengucapkan maaf dalam bahasa inggris yang kental. Aku mendadak salting menyikut Renda yang juga ga karuan wajahnya.
“ Ini...Brett?” bisikku.
Iya gue yakin dia, liat aja rambutnya.” Renda mengarahkan dagunya pada kepala cowok itu.
Ya udah, sono samperin!” aku mendorong pundak Renda.
Eit, tunggu dulu gue udah oke kan?” Renda menunujuk wajahnya.
Ya ampun iya, udah cantik.” Kataku sambil mendorongnya maju.
Hei aku Renda,” kata Renda saat di depan sibule.”mm...see you next time.” Cuma bilang itu sambil tersipu-sipu, lalu mengajaku meninggalkan si bule yang keliatan bengong. Kami segera menyetop angkot yang lewat, dan duduk dengan perasaan lega dan gerah.


@@@@@@@@


Yess! Friday is coming...Waktunya Fb-an tanpa diganggu, ga ada Bunda yang selalu negur-negur buat ngaji. Bunda kan ngisi pengajian di hari sabtu. Juga ga ada Si Lia yang bawel minta pancung, biasa main ke rumah temannya. Cuma ada ayah lagi cuci mobil di depan. It dosen’t matter.
Aku bawa notebook warna pink kesayanganku ini ke taman belakang, menyambungkannya dengan dengan modem hp, siiip... . Tinggal ketik facebook, twitter, formspring.me...banyak deh pokonya.
Aku mengomentari semua status yang terpampang setelah sign in dengan lancarnya. Lalu ganti page twitter dan reply semua mentionku. Jawab semua pertanyaan di formspring.me...fiuuhh.... Bener-bener minggu yang menyenangkan. Bisa otak-atik internet sesuka hati.
Aku sedang sibuk memadu padankan baju kreasiku di polyvore saat hpku berbunyi nyaring.

Renda calling...

Huh Si Renda ganggu aja deh, gerutuku sebal. Aku menekan salah satu keypad dan segera terdengar suara histeris dari seberang.
“Crissaaa...”
“Psstt...salam dulu kek, main teriak aja emang kaga rusak speaker hp lo terus-terusan lo teriakin begitu...” semprotku sebal.
“ Yeee...slow dong Dude, ga tau apa sahabat lo lagi surprised banget nih.” Ujar Renda dengan nada penuh semangat, membuat aku ikutan penasaran. “Assalamualaikum...” salam Renda dengan suara yang bikin kupingku ndenging.
“Waalaikumsalam, ada apa?”
“ Tau ga, Si Brett ngajakin gue jalan!” teriaknya penuh kegirangan.
“ Oya...Ya ampun selamet deh dude!” Aku jadi ikutan teriak. “Kapan?”
“Besok malem.” “ Makanya ntar sore lo temenin gue ke mall ya, beli baju!” ajaknya semangat.
“ Ngapain Ren, baju kamu yang lama juga masih bagus.” Aku paling sebel deh ama sifat Renda yang satu ini, boros abis! Padahal bajunya yang segudang itu masih banyak yang oke buat ngedate.
“ Mmm...sekalian hunting yang model baru.” Repetnya “please ya..”
“ Nggak ah ogah, males banget deh ama boros kamu!” omelku. “ Heh...bonyok kamu tuh dapet duit sebanyak itu bukan dari ngupil sambil nonton drama Korea, mereka tuh ngos-ngosan cari duit buat kamu!” semprotku sambil nyerempet hobbynya kalo dirumah. Gini nih kalo anak tunggal, trus bonyoknya jutawan.
“Iiihh...ga usah bawa-bawa ngupil ama drama Korea dong.” Sungut Renda dari jauh. Kok aku tau ya?!
“ Tapi lo tetep ke rumah gue ya, bantuin gue milih baju. Oke!” Pintanya sungguh-sungguh.
“ So pasti dude...”
“ Ya udah bye bye dude...”
 “ Waalaikumsalam!” sindirku sebal ama kebiasaanya yang suka lupa salam.
“Iya iya, Assalamualaikum...”
“Waalaikumsalam.” Jawabku lega. Pffiuuhh akhirnya... Aku bisa internetan dengan tenang deh.
Aku lagi otak-atik foto profilku, pikir-pikir mau diganti ga ya...
Eh ada satu friend request, sapa ya? Aku buka dan langsung terkesima melihat foto yang terpampang disamping tulisan namanya. Loey Lezar. Ya ampun ganteng banget. Aku segera mengetik namanya untuk melihat profilnya. Biasa aja sih biodatanya, cowok kelahiran 1990. Udah gitu aja info tentang dia.
Aku pandangin lagi fotonya. Ya ampun sumpah deh tujuh turunan, baru sekali ini aku di request ama cowok seganteng Tom Felton kaya dia. Aku segera mengetik sesuatu di wallnya, “Dear Loey, thanks yah dah request aku buat jadi teman, salam kenal...” tulisku sok charming dan langsung klik tombol share.
Sambil nunggu respon aku beralih ke page twitter. Wow kebetulan banget deh, Renda lagi on twitter line. Langsung tweet dia deh.
@B_Renda2 hey dude kamu fb-an kan, coba buka profil Loey Lezar dee...
Aku segera mengklik tombol tweet dengan penuh semangat. Lalu kembali ke profil Loey ga sabar. Aaww...udah di koment ama dia!
“Dear juga Crissant...thx yah dah confirm request aku. Btw kamu anak mana seh...?” tanya Si Loey bikin aku makin semangat ber-facebook-ria.
“Aku? Liat sendiri jah di profil aku!” balasku.
“Oh...Jakarta toh?” balasnya lagi, pasti setelah menengok sebentar profilku.
“Ho’oh...kalo kamu?” ketikku makin semangat kali ini. “jawab lho, kan di profil kamu ga ada.”
Agak lama sih balasnya, aku jadi ga sabar. Tapi aku jadi inget Renda di twitter. Aku segera kembali ke twitter dan memeriksa mention-ku. Wah ternyata dia udah tiga kali mention aku, ga dibales-bales.
@Crissant_flower emang kenapa udah gue buka tuh. RT @Crissant_flower: @B_Renda2 hey dude kamu fb-an kan....

@Crissant_flower ahooooyyyy....lo tadi nyuruh gue, sekarang gue di kacangin:(

@Crissant_flower huh..masa bodoh ama elo dude...

Aduh kasian deh Si Renda aku kacangin.
@B_Renda2 sorry dude lagi asyik fb-an ama Loey Lezar, gmna ganteng kan do’i?RT @B_Renda2:ahooooyyy...

@B_renda2 yang pnting ga kalah deh ama ama “Brett” kamu itu.

Aku cepat-cepat balik ke facebook buat ngeliat koment baru dia.
“sama dong...” balasnya. Yes! 
Tapi samar-samar aku denger suara salam dari halaman depan. Wah jangan-jangan Bunda udah pulang nih. Tanpa pamitan ama Loey, aku segera sign out dan shut down.
“Lia ama Crissa kemana Yah?” terdengar suara Bundaku di ruang tamu.
“Bunda...Crissa disini!” teriakku sambil mengembalikan laptop ke kamar.
“Lia mana Kak?” tanya Bunda sambil menengok ke kamarku.
“Biasalah, main kali Bun kerumah Ratih,” Jawabku sambil keluar kamar menyongsong Bunda.
“Kamu habis FB-an ya Kak?” tanya Bundaku, lebih tepat tuduh Bundaku.
“Mmhh...iya..tapi bentar kok Bun.” Wah aku jadi salah tigkah nih.
“Kakak sini deh!” Bundaku berjalan menuju shofa ruang tengah dan duduk disana.
“Kenapa Bun?”
“Tadi di pengajian, Ibu-ibu ada yang cerita. Ada anak perempuan yang diculik ama temen facebooknya.” Bunda memandang wajahku. Aku memang kaget.
“Kok bisa?”
“Iya mereka sering ngobrol lewat facebook, trus merasa akrab dan janjian deh. Tapi anak perempuan itu ga nurut waktu dibilangin Ibunya dan tetep pingin ketemuan. Ya udah deh, sore Dia ngotot berangkat eh ampe besok paginya nggak balik-balik.
“Anak itu, umur berapa Bun?” Wah aku jadi penasaran nih.
“Mmmhh...16 tahun kalo ga salah.” Wow se aku dong. Aku menatap Bunda yang sedang menatap ke arah lain. Bunda bohong ga ya? Apa Cuma buat nakut-nakutin aku doang, tapi Bundakan ga pernah bohong. Hiii...jadi ngeri deh!
“Bunda nanti sore Crissa ke rumah Renda ya?” izinku.
“Iya, jangan malem-malem ya pulangnya!” pesannya sambil beranjak ke kamar.


@@@@@@@@


“Yang ini gimana?” Tanya Renda sambil menunjukkan dress warna biru sapphire selutut.
“Bagus, tapi dadanya terlalu rendah ah, yang lain!”
“Kalo ini?” Kali ini dress krem diatas lutut dengan bolero coklat tua dan bros bunga silver di dada kiri. Ya ampun, ni anak mau kencan atau mau kondangan sih, bajunya “berat” amat.
“Kamu tuh, yang kasual dikit kenapa?” tukasku sambil mengobrak-abrik isi lemarinya.
Setelah sepuluh menit mengobrak-abrik lemari, akhirnya ketemu juga. Jins coklat tua, di padu tanktop silver dan jaket kulit coklat muda.
“Ini nih, kamu bakal keliatan cakep tapi santai.” Kataku sambil menyodorkan baju-baju itu ke tangannya.
“Iya deh gue turutin saran lo, tapi rambut ama sepatu gue gimana?”
“Rambut udah dikucir kuda aja, sepatu pake sepatu converse kamu yang coklat itu!”
“Tas?” Ya ela...nih anak ribet amat.
“Ya udah pake aja shoulder bag hobo kamu yang kemarin itu.” Hhh...cape kalo udah ngurusin soal kostum.
Aku merebahkan diri di atas kasur Renda, yang bedcovernya warna biru muda bergambar Winnie The Pooh. Sedangkan Renda lagi sibuk merapikan kembali baju-bajunya yang berantakan.
“Cerita dong tentang Loey lo itu?” ujar Renda sambil kembali menggantung bajunya.
“Dia ganteng banget dan enak diajak ngobrol.”
“Lho, kalian udah ketemuan?” Tanya Renda kaget.
“Hh...belum lah, aku kan Cuma liat dari fotonya,” jawabku sambil bangun dan bertumpu di telapak tangan.
“Kalo itu foto palsu gimana?” Renda menakutiku.
“Nggak lah, aku yakin itu asli,” Jawabku santai.
“Masa...yakin?” Goda Renda. Aku mengangguk pasti.
“Kalo dia ternyata mukanya polkadot gimana?” Renda sekarang sudah selesai dan duduk di sampingku.
“Polkadot gimana?” Tanyaku ngeri sekaligus khawatir.
       “Yaa...polkadot.” Renda menggambar blentong-blentong bayangan di wajahnya.
       “Ih nggak lah yaa...” cibirku lalu menepuk lengannya. Kami tertawa lalu terdiam memikirkan kenalan facebook masing-masing.
 “Eh mau gelatto nggak?” Tawar Renda di memecah keheningan.
 “siip...” kataku sambil mengacungkan jempol. Kami berdua segera berlarian menuju dapur, tidak sabar makan se cangkir penuh gelatto.


@@@@@@@@


Ini masih pagi. Sangat pagi, bahkan Pak Kebun sekolah belum selesai menyapu halaman sekolah. Tapi Renda sudah ribut berlarian menyusulku ke kelas dan merecokiku dengan cerita kencanya dengan Brett.
“Ya ampun Ren, kamu tau kan ini masih jam enam?” Sungutku kesal. Memangnya ngapain aku datang pagi-pagi ke sekolah kalo ga ada maksud tersembny.
“Ren, aku belum ngerjain pe-er fisika nih....ntar deh istirahat ya!” tolak ku dengan alis melengkung-lengkung ga karuan. Melihat tampangku, akhirnya Renda menurut dan pergi ke kelasnya. Aku masih sibuk berkutat dengan rumus dan angka sampai bel masuk berbunyi.
Tweeeet.....
Yes. Ya Allah ini suara terindah yang ingin aku dengar sepagian ini. Bel istirahat. Bye Pak Rangkuti, bye pe-er fisika nyebelin. Sekarang ke kantin, waktunya isi perut dan otak dengan cerita Renda.
Benerkan, Renda udah nungguin aku sambil menyedot milk shake yang masih penuh.
“Renda...” Seruku sambil berjalan kearahnya. Dia hanya menoleh sebentar padaku lalu menoleh pada ibu kantin dan memesan segelas lagi milk shake coklat kesukaanku.
“Nah sekarang baru cerita,” kataku sambil duduk disampingnya.
“Tau nggak, cowok bule yang kita liat di depan sekolah kemarin?” Aku mengangguk.
“Nah...dia bukan Brett!” ujar Renda sambil menekankan kata bukan. Aku kaget sekali.
“Lho terus kalo dia bukan Brett dia siapa dong, trus Brett yang dateng date kamu siapa?” tanyaku tak sabar.
“Yang kita temuin kemarin itu Calvien, beda, dan yang dateng ke date gue itu....” Renda memutar bola mata dan mengeluarkan suara mendesis. Aku sumpah penasaran.
“Dia...” Renda menggambar blentong-blentong bayangan di pipinya dengan muka masam.
“POLKADOT?!” seruku dan Renda tertahan.
Ha..ha...ha...ha...ha...Aku tertawa terbahak-bahak samapi wajahku merah. Ga peduli ngelihat wajah Renda makin masam.
Aku terus ketawa sampai lupa semua tentang kejadian menyebalkan di kelas, lupa kalo ini di kantin dan yang lain ngeliatin, lupa juga deh kalo setelah bel masuk ada ulangan kimia dan belum belajar. Tunggu ini suara apa ya?
Tweeetttt......
“Ya Allah bel!” Pekiku langsung menghentikan tawa, lalu segera berlari ke kelas.
Menyempatkan belajar sedikit di kesempatan yang sempit.


@@@@@@@@


“Crissa!” Wah Bundaku manggil nih, nadanya serius banget, pasti ada yang ngga beres nih.
“Ya Bun ada apa?” Aku segera dateng ke ruang tamu, tempat Bunda udah nunggu dengan muka serius dan selembar kertas buram yang aku kenal di tangan kananya. Kertas jawaban ulangan kimiaku yang nilainya lima koma enam.
“Ini, ini adalah nilai terparah kamu satu semester ini.” Ujar Bunda dengan suara ditekan. Sumpah ngeri banget! “Bisa jelaskan kenapa?” Perintah Bunda dengan mata meloto dan suara yang sama.
“Mmmhh...” Aku ga bisa jawab. Suer...karena sebenernya aku tahu jawabannya. Semalam aku fb-an pake hp sampe jam sebelas dan lupa kalo hari ini ulangan.
“Crissa...kenapa ga jawab?” Bulu kuduk ku ampe merinding.
“Mmmm...ga tahu Bun...” Jawabku takut-takut.
“Kamu tahu, ini semua karena kamu terus fb-an dan ga mau belajar!” Bentak Bundaku murka. “Pagi siang sore terus fb-an tanpa henti, sampe lupa ngaji dan shalat sunnah.”
Aku Cuma berdiri diam sambil nunduk. Sumpah takut banget ngeliat wajah Bundaku yang berubah sangar.
“Mulai sekarang hp internet kamu Bunda sita, ga ada internet maupun fb atau twitter sampai kamu bisa berubah,” Putus Bundaku sambil berdiri dan meninggalkan aku nelangsa sendiri di ruang tamu. Ya elah...padahal kan aku mau janjian ama Loey, trus sekarang gimana dong?
Sorenya Bunda udah ga marah lagi, kami sekeluarga lagi nonton berita ama makan kentang goreng. Sebenarnya sih aku cuma ikutan makan kentang gorengnya dan sama sekali ga merhatiin berita sampai Bunda ku menyenggol pundak ku sambil tetep ngeliat layar tivi.
Aku langsung ngeliat ke layar tivi. Saat itu berita tentang anak SMP yang di culik dan diperkosa ama temen janjianya lewat facebook.
“Crissa...Bunda nggak berharap kamu sampai separah itu.” Sahut Bundaku.
Aku cuma diam dan nggak berani ngelihat ke arah Bunda ku. Sorry Bun, tapi aku memang sedang berencana melakukanya. Tenang Bun, aku bakal hati-hati. Tentu saja itu cuma dalam hati.


@@@@@@@@

“Pagi Loey...” Sapaku di chat fb, saat melihatnya online juga hari minggu kemudian.
“Pagi juga Criss...gpp kan ku pgil gitu?” balasnya beberapa detik kemudian.
“Santai lg bung...hehehe...” Balasku.
“ Sepagi ini udah online, ga da krjaan?” Tanyanya akrab.
“Ini minggu kali mas....krjaan pa jg lbur, km sndri?” Aku balas bertanya.
Lama nggak dijawab, mendingan aku ke twitter kaya biasanya. Liat nama Justin Bieber udah berminggu-minggu dia disana terus, nomer satu lagi. Aku geleng-geleng kepala.
Minggu yang tenang...Pagi tweeties siap jalan sambil ngetweet... Eh tweet Renda muncul di timeline aku.
@B_Renda2 jalan kmna Ren, aku ga diajak? Reply ku padanya.
@Crissant_Flower sorry dude, sepupu gue dari Surabaya dteng jdi gue mesti ngjak dia jlan2 Replynya balik. Oh...pasti Si Reno itu. Sepupu Renda dari Surabaya yang ganteng tapi super rese’
Ok deh saatnya balik ke si cakep Loey Lezar itu. Eh bener kan udah di bales.
“Gimna klo kita ktmuan?” tawarnya, yang langsung disambut girang olehku.
“Boleh...boleh...dmna?” jawabku cepat-cepat.
“Mmm...dmn ya?”
“Gmna klo di Cafe Ceria...” Usulku padanya, selain itu itu juga tongkrongan favoritku dan Renda.
“Mmmm....ya udah deh kapan?” tanyanya padaku.
“Aku bisanya Cuma minggu, jam smblan pagi gmna?” Tawarku dengan ketidaksabaran yang menggebu-nggebu.
“Ok deh...ku tunggu mnggu dpan yah...off dlu” pamitnya lalu segera offline. Hatiku mendadak gemerlapan, ga sabar mau ketemuan ama cowok seganteng dia. Fiuwww...hhhh...seneng deh pokonya.
Aku langsung balik ke twitter dan kirim DM kabar gembira ini padanya. Gimana reaksi Renda ya...
Bayanganku soal reaksi Renda buyar saat melihat billing digital di layar komputer menunjukan angka sepuluh ribu. Ya ampun...lupa aku kalo ini di warnet, aduh angus deh uang jajanku.


@@@@@@@@


 Suasana Cafe Ceria yang familiar bikin aku ga terlalu grogi mau ketemuan ama Loey. Aku celingak-celinguk cari meja nomor lima belas. Nah itu dia, ya ampun pojok banget sih milih mejanya. Dia lagi duduk disana, tapi wajahnya nunduk terus. Aku jadi ga bisa liat mukanya dari jauh. Huh grogi juga nih, pelan-pelan aku melangkah menuju mejanya.
“Hello...” Sapaku gugup.
“Eh hai...kamu...Cris..sa?” Dia menoleh. Syukurlah ternyata wajahnya memang seganteng foto profilnya dan dia kelihatan lebih grogi dari aku.
“Iya...kamu Loey...?” Aku balik tanya. Dia mengangguk dan mempersilahkan aku duduk. Kami mengobrol basa-basi sperti layaknya orang baru kenal. Tapi kayaknya aku kenal seseorang yang baru datang ke cafe dan lagi cari meja.
“Renda...” Seruku tidak terlalu keras.
“Eh hai...” Serunya sambil melambai padaku. Ia mendekati mejaku sambil menarik pergelangan tangan seorang cowok ganteng di belakangnya. Itu tuh si Reno.
“Kamu kesini juga, sama siapa?” Tanyanya ketika sudah dekat dengan meja kami.
Aku melirik ke atah Loey, lalu berbisik pada Renda, “Itu tuh si Loey Lezar...”
Reno tampak tidak peduli, tapi Renda langsung memelototi Loey tanpa sungkan. Sedangan Loey, segera menunduk dan berusaha menutupi wajahnya dengan tangan.
“Sssstt...jangan gitu, dia malu tuh.” Aku menarik lengan Renda menjauh.
“Eh kayanya aku pernah ngliat wajahnya deh...dimana ya...?” Ujar Renda sambil terus berusaha mengamati wajah Loey. Aku nggak suka ama cara Renda ngeliatin Loey, aku dorong dia keras-keras sampai nabrak badan Reno.
“Kamu jangan gitu dong ga sopan tau.” Sentaku marah padanya. Tapi Renda ga peduli, dia malah menampakan muka seolah-olah ingat sesuatu.
“O iya gue inget dia itu...artis...artis yang...”
“Udah artis apaan kamu salah liat kali, udah gih sana.” Usirku sebal, sedangkan Loey tampak risih dan gusar.
“Y ampun sumpah gue ngliat dia di tivi, dia itu artis...yang waktu itu...”
“Alah udah sana, pasti Cuma mirip. Loey emang ganteng, tapi ga mungkin lah dia artis buktinya ga ada wartawan yang ngrubutin dia.” Aku berusaha menjelaskan demi melindungi Loey.
“Ih masa lo ga percaya ama gue, dia itu...”
“Udah deh mendingan kamu ajak Reno ke tempat lain daripada gangguin aku, ok.” Tukasku lalu segera berbalik kembali duduk bersama Loey. Sebenarnya Renda masih mau menyusulku ke meja kami, tapi aku memelototinya dan akhirnya dia mau pergi juga. Fiiiuuhhh...akhirnya. Aku kembali mengobrol dengan Loey, yang sekali-sekali masih menundukan wajahnya. Mungkin dia emang bener artis, ga papa lah, sekali merengkuh dayung dua tiga pulau terlampaui. Huh...what a lucky day!


@@@@@@@@


Aku lagi asyik nonton tivi di rumah Renda. Setelah sibuk ngobrol dan minta maaf atas sikapku hari minggu lalu. Tanpa sengaja, aku nemuin koran di bawah bantalan shofa. Aku liat tanggalnya, Selasa, 11 Mei 2010. Wah berarti hari ini. Aku langsung syok dan merinding begitu membaca judul dan foto di halaman berikutnya.
Luciano Leonard Wizardy alias Loey Lezar. Seorang Artis Muda yang Telah Menculik Dan Memperkosa 6 Remaja Putri Berhasil Ditangkap Kemarin. Apa?
“RENDA.....” Aku meneriaki Renda dengan histeris. Renda datang tergopoh-gopoh dan langsung memandangku heran.
“ Kenapa lo dude?” tanyanya sambil merebut koran ditanganku. “Oh ini...”
“Apa maksudnya oh ini...” Aku memandan Renda gugup. “Maksud kamu, kamu udah tahu berita ini dari tadi?” Tanyaku sambil memelototi Renda.
Renda mengangguk santai.
“Iya.” Jawabnya.
“Kenapa kamu ga pernah ngasih tahu aku?” Tanyaku masih dengan nada histeris campur merinding.
“Lho, gue kan udah pernah berusaha ngasih tahu lo, tapi elo malah ngusir gue.” Jawab Renda dan aku langsung teringat kejadian minggu lalu. Ya Allah....suer aku gemetaran dan merinding abis.
“Ren, aku pulang dulu ya, sorry banget yang kemarin i love you.” Pamitku lalu mencium pipinya sebelum melesat pergi. Aku mau pulang!
Sampai di rumah aku langsung merangkul Bunda begitu pintu terbuka.
“Lho...lho...lho...kenapa Kak?” Tanya Bundaku sambil menelus lepalaku sayang.
“Maafin Crissa ya Bunda...” Ujarku dengan suara gemetar.
“Iya...iya..kenapa sih sayang?” Tanya Bundaku sambil memandang wajahku yang berkeringat. Aku balas memandangi Bunda.
Ya Allah suer aku kapok! Aku nggak mau lagi nggak patuh sama Bunda, aku mau nurut dan selalu dengerin apa kata Bunda.
“Mmmhh...nggak papa kok Bunda, Crissa cuma pingin minta maaf ama Bunda. Crissa banyak salah sama Bunda.” Ucapku sambil menenggelamkan wajahku kepelukan Bunda. Bunda cuma tersenyum dan mengelus rambutku dengan penuh kasih.
Ya Allah....What a luckier day!